Beranda | Artikel
Belajar Aqidah dari Surat al-Fatihah
Jumat, 29 Januari 2016

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.

Surat al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalam al-Qur’an. Hal itu sebagaimana telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya di Kitab Tafsir al-Qur’an (hadits no. 4474).

Membaca surat al-Fatihah merupakan rukun di dalam sholat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab/Surat al-Fatihah.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan no. 756)

Di dalam surat al-Fatihah terkandung banyak pelajaran seputar masalah aqidah dan pokok-pokok agama. Oleh sebab itu kita dapati para ulama memiliki perhatian besar terhadapnya. Hal itu bisa kita lihat dari karya-karya yang mereka susun untuk menguraikan kandungan faidah surat yang agung ini. Berikut ini kami sebutkan beberapa karya ulama seputar al-Fatihah :

Pertama; Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memiliki sebuah risalah dengan judul ‘Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah’. Di dalamnya beliau menjelaskan secara ringkas kandungan masalah aqidah dan tauhid dari surat al-Fatihah. Risalah ini telah dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah.

Kedua; Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah telah membahas kandungan-kandungan faidah dari surat al-Fatihah dalam pelajaran Ahkam min al-Qur’an al-Karim yang disiarkan dalam program siaran radio di Saudi Arabia dan pelajaran ini pun sudah dibukukan dan diterbitkan (surat al-Fatihah – surat al-Baqarah).

Ketiga; Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi hafizhahullah memiliki sebuah risalah khusus yang membahas kandungan pelajaran aqidah dari surat al-Fatihah. Risalah itu berjudul ‘Tafsir Suratil Fatihah wa yalihi al-Masa’il al-Mustanbathah minhaa’.

Keempat; Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah memiliki sebuah kitab ringkas yang membahas berbagai kandungan pelajaran dan faidah dari surat al-Fatihah. Kitab itu berjudul ‘Min Hidayati Suratil Fatihah’.

Pelajaran Tentang Tauhid

Di dalam surat al-Fatihah terkandung pelajaran tauhid. Sebagaimana telah dijelaskan para ulama bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya. Kekhususan Allah itu terbagi tiga; rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Surat al-Fatihah telah menyimpan faidah dan pelajaran mengenai ketiga macam tauhid ini.

Di dalam ayat yang berbunyi ‘alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’ terkandung tauhid rububiyah. Di dalam ayat yang berbunyi ‘ar-rahmanir rahiim’ dan ‘maaliki yaumid diin’ terkandung tauhid asma’ wa shifat. Di dalam ayat yang berbunyi ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ terkandung tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah (lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah di dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 181)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Rabb seru sekalian alam’ terkandung penetapan rububiyah Allah ‘azza wa jalla. Rabb itu adalah Dzat yang menciptakan, menguasai dan mengatur. Maka tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada penguasa kecuali Allah, dan tidak ada pengatur selain Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Ahkam minal Qur’anil Karim, hal. 12)

Bahkan, di dalam ayat (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam” telah terkandung ketiga macam tauhid itu. Di dalam kalimat ‘alhamdulillah’ terkandung tauhid uluhiyah. Hal itu disebabkan karena penyandaran pujian oleh hamba kepada Allah adalah termasuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya. Adapun tauhid rububiyah maka itu dapat dipetik dari kandungan ungkapan ‘rabbil ‘alamin’ bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alam semesta. Adapun tauhid asma’ wa shifat telah terkandung di dalam ayat ini karena di dalamnya disebutkan dua buah nama Allah yaitu ‘Allah’ dan ‘ar-Rabb’ (lihat penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah dalam Min Kunuzil Qur’anil Karim dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 1/150)

Di dalam kalimat ‘alhamdulillah’ juga terkandung tauhid uluhiyah dari sisi makna kata ‘lillah’. Karena kata ‘Allah’ dalam bahasa arab memiliki makna al-ma’luh al-ma’bud; yaitu Dzat yang disembah dan diibadahi (lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam al-Mukhtashar al-Mufid fi Bayani Dala’ili Aqsamit Tauhid, hal. 15)

Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah berkata, “Dan firman-Nya (yang artinya), ‘Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ di dalamnya terkandung tauhid asma’ wa shifat. ar-Rahman dan ar-Rahim adalah dua buah nama diantara nama-nama Allah. Kedua nama ini menunjukkan salah satu sifat yang dimiliki Allah yaitu rahmat/kasih sayang.” (lihat keterangan Syaikh ini dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta’limid Diin dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/29)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Di dalam kalimat ‘iyyaka na’budu’ terkandung tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba yang disyari’atkan oleh Allah untuk mereka, karena uluhiyah bermakna ibadah. Dan ibadah itu adalah bagian dari perbuatan hamba. Adapun ‘wa iyyaka nasta’in’ mengandung tauhid rububiyah. Karena pertolongan adalah salah satu perbuatan Rabb Yang Maha Suci. Dan tauhid rububiyah itu adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya.” (lihat Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 195)

Kesimpulan dari keterangan para ulama di atas adalah bahwa surat al-Fatihah mengajarkan kepada kita untuk mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya. Artinya kita wajib meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta ini. Kita juga wajib meyakini bahwa hanya Allah sesembahan yang benar, sedangkan semua sesembahan selain-Nya adalah batil. Kita pun harus meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana telah disebutkan dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Dan diantara ketiga macam tauhid ini maka yang paling pokok dan paling penting adalah tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi misi utama dakwah para rasul ‘alaihimus salam.

Kaitan antara ketiga macam tauhid ini adalah; barangsiapa mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat maka wajib atasnya untuk mengesakan Allah dalam hal ibadah atau mewujudkan tauhid uluhiyah. Dan setiap orang yang meyakini keesaan Allah dalam hal uluhiyah maka secara otomatis telah mengakui keesaan Allah dalam hal rububiyah dan juga keesaan Allah dalam hal asma’ wa shifat-Nya (lihat keterangan Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta’limid Diin dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/30).

Demikian pembahasan singkat yang bisa kami sajikan dalam kesempatan ini. Semoga bermanfaat.

————-

Alhamdulillah sementara ini sudah terkumpul donasi Graha al-Mubarok sebesar Rp.213 juta. Masih terbuka kesempatan untuk berdonasi. Semoga Allah memberikan balasan terbaik bagi segenap donatur.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/belajar-aqidah-dari-surat-al-fatihah/